Selasa, 11 Januari 2011

Jembatan Selat Sunda

Jembatan Selat Sunda yang menghubungkan antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sangat strategis sekali posisinya sebagai lalu lintas perdagangan yang menopang bidang ekonomi negara kita. Sekarang ini satu-satunya alat penyeberangan yang bisa digunakan hanya dengan menggunakan kapal penyeberangan/fery.

Jembatan Selat Sunda ini mempunyai panjang total 29 Km, Lebar 60 M, 2 x 3 lajur jalan mobil, double track kereta api di tengah, 2 x 1       jalur motor, lokasi 50 KM dari Gunung Krakatau dan didesain tahan gempa serta tsunami, melintasi 3 pulau yaitu P. Prajurit, P. Sangiang dan P. Ular, terdiri dari 2 jembatan gantung berbentang ultra panjang yaitu 3,5 KM dan 7 KM serta 3 jembatan konvensional berbentang 6 -7,5 KM.
Prastudi kelayakan jembatan yang dilakukan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM), menyebutkan bahwa konstruksi jembatan akan menggunakan teknologi generasi ketiga. Sebuah teknologi dengan konstruksi penampang jembatan paling ringan. Menurut Direktur PT Bangungraha Sejahtera Mulia, Agung R Prabowo, teknologi tersebut memungkinkan jarak antartiang jembatan atau spanlenghth lebih dari 2.000 meter. Jembatan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatra ini juga dirancang memiliki panjang 29 km.

Jembatan ini terdiri atas lima bagian. Dua jembatan gantung ultra panjang dengan jarak antartiang 3,5 km dan 2 km serta 108 jembatan dengan rentang lebih pendek. Jembatan ultra panjang ini sangat dibutuhkan.Sebab, untuk melintasi Selat Sunda, terdapat dua palung berkedalaman 135 dan 115 meter. ”Jadi, tiang-tiang antarjembatan harus diletakkan sebelum memasuki daerah palung laut tersebut, artinya diperlukan rentang antartiang jembatan yang lebih panjang. Tinggi pilon jembatan gantung ultra panjang sekitar 310 meter di atas muka air rata-rata dan akan terbuat dari baja bermutu tinggi. Ruang bebas vertikal di tengah bentang jembatan ultra panjang sekitar 81 meter. Artinya, kapal-kapal terbesar di dunia saat ini, seperti USS Enterprise dan Queen Mary-2, masih dapat berlayar tanpa gangguan di bawah JSS.
Untuk melintasi perairan yang kedalamannya relatif dangkal, pihaknya menggunakan serangkaian jembatan kantilever seimbang dengan rentang antartiang 200 meter, teknologi jembatan kantilever seimbang digunakan dengan rentang antartiang lebih pendek, yaitu 80 meter. Ini digunakan pada jembatan Surabaya-Madura (Suramadu).
Biaya dan waktu (estimasi)
Biaya studi dan jasa engineering USD 190 juta atau Rp. 1,8 Triliun. Biaya konstruksi USD 9.810 juta atau Rp. 90,2 Triliun. Total USD 10 Miliar. Sedangkan waktu pelaksanaan konstruksi diperkirakan 6 – 10 Tahun.
Teknologi jembatan dari Generasi ke Generasi
Generasi Pertama
Pada jembatan yang menggunakan teknologi generasi pertama atau disebut juga jembatan suspensi konvensional, rentang antartiang hanya mampu di bawah 2.000 meter. Pembangunan jembatan yang dititikberatkan pada beban gravitasi dan beban angin pada jembatan dianggap tidak signifikan.Kekakuan geometris generasi pertama juga memengaruhi panjangnya rentang jembatan. Contohnya adalah Jembatan Golden Gate (1937) dan Jembatan Verrazano Narrows (1964). Batas ini diwakili oleh Akashi Kaikyo Bridge di Jepang (1998) dengan rentang antartiang 1.991 meter.
Generasi Kedua
Agar bisa mencapai rentang lebih panjang, otomatis desain jembatan harus dibuat lebih ringan. Pada jembatan generasi kedua, penampang jembatan telah berusaha dirancang sedemikian rupa dan lebih aerodinamis agar lebih ringan dan tahan terhadap terpaan angin. Untuk memberikan jawaban atas masalah ketebalan dek penampang dan terpaan angin, konsep generasi kedua telah diperkenalkan menggunakan penampang berbentuk satu kotak tertutup, bentuk dek yang terdiri atas panel baja kaku.
Adapun perilaku seismik generasi kedua ini relatif fleksibel. Maka, dek jembatan hanya akan mengalami reaksi ringan jika terjadi gempa. Contoh awal generasi kedua ini adalah Jembatan Severn (1966) dengan rentang antartiang 988 meter dan Humber dengan rentang antartiang 1.410 meter. Namun, jembatan generasi kedua ini belum bisa memiliki rentang antartiang lebih dari 2.000 meter. The Great Belt-East Bridge (1998) dengan rentang 1.624 meter mewakili generasi kedua jembatan gantung, yang telah hampir mencapai batas maksimum rentang yang dimungkinkan.
Generasi Ketiga
Pada generasi ketiga, dek jembatan dipertahankan tidak terlalu tebal dengan konstruksi yang bisa dilalui angin sehingga lebih ringan dan tahan terpaan angin. Pada generasi ini, fleksibilitas jembatan yang relatif tinggi akan bertindak sebagai dasar isolator.Ini mencegah lebih lanjut propagasi atau perambatan gelombang seismik sehingga dek jembatan masih relatif tenang meski terjadi getaran. Jembatan Selat Messina di Italia, yang belum mulai dibangun, merupakan contoh pertama dari jembatan generasi ketiga.
Rentang utama jembatan tersebut memiliki panjang 3.300 meter. Pada teknologi generasi ketiga boks penampang dibuat lebih mudah mengakomodasi terpaan angin. Konstruksi lebih ringan, namun tahan angin, yang memungkinan rentang antartiang menjadi lebih panjang. Jembatan Xihoumen yang memiliki rentang 1.650 meter dibangun pada 2004 dan selesai pada 2009. Dalam prastudi kelayakan, JSS yang menggunakan teknologi generasi ketiga, disebutkan mengenai berbagai aspek alam.
Seperti lokasi jembatan yang berdekatan dengan Anak Krakatau serta merupakan wilayah yang rawan gempa telah diantisipasi. ”Meskipun kalau letusan Krakatau yang terjadi pada 1883 itu terjadi lagi sekarang, konstruksi apa pun tidak akan tahan,” katanya. Namun, dengan perhitungan aktivitas anak Krakatau dan estimasi aktivitasnya, kata Agung, kondisi ini masih bisa dikelola. Hal yang pasti, banyak pekerjaan rumah menumpuk untuk mewujudkan proyek yang sudah didengungkan sejak 20 tahun silam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar